Tuesday, May 13, 2014

WAR IS BEGIN : Burjo vs Anak Kos

Mungkin ketika melihat judul diatas  kalian akan tertawa atau mungkin ada yang akan kontra dengan judul diatas. Yah, jangan berlebihan kawan. Ini hanya sekedar curhatanku mengenai burjo didepan kosku yang sungguh amat menyebalkan bagi kami para penghuni kos Hijau.
Oh iya, kini aku telah berpindah kos dari yang semula kekampus bisa ditempuh dengan waktu kurang dari 5 menit. Sekarang bisa ditempuh dengan waktu paling cepat 15 menit jika jalan kaki. Melelahkan memang. Tetapi, dua makhluk astral, sebut saja Desa dan Yoka (nama sebenarnya) sahabat karibku di Yogya berhasil membujukku untuk ikut pindah dengan mereka. Mereka meng-iming-imingiku dengan burjo yang selalu buka 24jam, serta kos-kosan yang nyaman, luas dan bersih tentunya. Berbeda halnya dengan kosku yang dulu. Tidak perlu kujelaskan lagi kosku yang dulu penuh dengan penderitaan lahir dan batin (bahasenyee aje gile :D ).
Kira-kira sudah tiga bulan lamanya aku berada dikos ini. Disini, kamar kos sebanyak 12 pintu. Banyakkan ? Iyalah. Ibu kosku, selain mempunyai kos disini. Beliau dan suaminya juga mempunyai kos-kosan didaerah UIN Yogya. Yang untungnya, mereka tinggal disana sekeluarga. Jadi, kami disini akan bisa bebas berhura-hura sampai pagi menjelang (hahahaha). Yah, kosku memang mempunyai aturan jam malam hingga jam 22.00 WIB. Tapi tentu saja, yang namanya anak kos coy. Hal itu sangat mustahil untuk kami lakukan karena bagi kami, kehidupan kota Gudeg ini justru baru akan dimulai pada saat jam itu.
Dikos ini terkumpul berbagai karakter orang. Yah, bagi kalian yang pernah merasakan sebagai anak kos terutama para wanita tentu akan setuju dengan kata-kataku ini. Bayangkan saja, kamar kos sebanyak 12 pintu dan yang terisi 11 pintu. Tentu saja jika pagi kos ini akan sangat ramai. Terlebih dengan kehadiranku, Desa serta Yoka yang memang selalu heboh. Tak peduli itu pagi, siang, sore maupun malam. Tak peduli hujan dan petir bahkan mati lampu sekalipun. Kami memang selalu heboh, namun tentu saja hal ini yang akan kami rindukan kelak jika kami telah tua.
Okey, kembali ke judul tulisanku kali ini. Aku ingin menceritakan kisah peperangan kami antara penghuni kos dengan pedagang warung burjo didepan kos kami. Yah, kos kami memang berbentuk kotak. Dimana sebelah Barat terdapat 7 kamar kos yang salah satunya kosong, kemudian disebelah selatan terdapat warung burjo yang menyatu dengan kos kami. disebelah barat terdapat kantor yang entah sampai sekarang aku tidak mengerti itu kantor apa (menyedihkan memang). kemudian dibelakang kantor ada deretan kamarku yang semuanya berisi. Bangunan-bangunan itu semua mengelilingi halaman tengah yang semestinya bisa kami gunakan sebagai tempat untuk bermain volly atau olahraga lainnya. Namun, tentu saja kami selalu keduluan oleh kantor yang suka seenaknya memarkir motor dihalaman itu.
Selama beberapa bulan disini. Aku dan kedua sahabatku tercinta berhasil mengenalkan kepada dunia betapa hebatnya kami karena bisa dengan segera beradaptasi dengan orang-orang dikos ini. Sudah banyak hal yang kami lewatkan dikos ini. Suka duka memang sudah kami lewati sejak setengah tahun lalu perkenalan kami bertiga.
Kini, kami para penghuni kos hijau ini sedang sepakat untuk melakukan mogok makan diwarung burjo depan. Kalian tentu bertanya-tanya, apa salah pedagang burjo didepan kami ? Mereka kan hanya mencari nafkah, sama halnya dengan kami yang mencari ilmu disini. Namun, kalian tentu akan berubah pikiran begitu mengetahui betapa menyebalkannya dia. Pedagang burjo didepan kos berdagang membawa serta istri dan anaknya yang masih berumur 5 tahun. Aku yang aslinya memang sangat menyukai anak kecilpun kemudian akrab dengannya. Tetapi lama kelamaan. Entah mengapa sosok Aa' burjo ini membuat kami para penghuni kos merasa terintimidasi. Sedikit cerita awal yang mulai memercikkan api peperangan. Silahkan kawan-kawan sekalian simak :)
                                                                                         oOo
Hari sabtu itu, tepatnya tanggal 19-April-2014. Aku, Selma, Yoka dan Desa sepakat untuk berjalan-jalan ke Tugu pada malam harinya untuk menikmati malam minggu dikota Jogja yang indah ini. Tetapi sebelumnya memang aku dan Selma teman sekos dan sekampus memutuskan untuk keperpusda terlebih dahulu karena sebentar lagi kami akan presentasi untuk salah satu mata kuliah saat itu. Sorenya, Desa dan Yoka yang sudah berencana untuk Joging keliling komplek kos membujukku untuk ikut dengan mereka.
"Kiza, lari keliling komplek yuk? Lumayan buat bakar lemak!" Seru Yoka penuh dengan semangat sembari melakukan pemanasan didepan kamarku.
"Ogah ah, aku mau kepusda sama Selma. Udah, kalian joging dulu aja sana. Ntar kalau kalian jadi ke Tugu bbm aku ya? Biar kita ketemu disana aja." balasku.
Desa yang baru saja keluar dari kamarnya, sembari memasang sepatu menggodaku. "Yuk Rizka, ikut aja. Ntar kalau capek digendong Yoka." Kami bertiga tertawa. Sesaat kemudian Yoka dan Desa pergi meninggalkan kos kami untuk berlari keliling komplek.
Aku yang sebenarnya baru saja bangun tidur sore itu segera beranjak meninggalkan kamar dan mengetuk pintu kamar Selma.
"Sel, selmaa.. ayo kita kepusda. Udah sore nih." Terdengar jawaban lemah dari seorang Selma yang baru saja bangun tidur dari dalam kamarnya, "Iya Lale. Tunggu bentar,"
Pintu kamar Selmapun terbuka. Selma yang masih sempoyongan mengikutiku kekamarku. Tetapi, bisa ditebak apa yang kami lakukan. Yah, kami, dua makhluk yang baru saja terbangun ini malah asyik duduk dikursi depan kamarku. Kami mengobrol sejenak, kemudian memutuskan untuk berangkat keperpustakaan setelah magrib saja.
Waktupun berlalu, Adzan magrib telah tiba. Desa dan Yoka tak kunjung kembali. Muncul rasa khawatir dihatiku. Namun, aku berusaha menepis perasaan khawatir itu. Akupun bergegas mengambil wudhu dan solat Magrib. Usai solat magrib. Tiba-tiba terdengar suara pintu mobil yang ditutup dari depan gerbang. Suara langkah seseorang yang tengah berlari semakin kentara.
"Rizkaaa... Rizka... Desa pingsan. Desa di JIH." Teriak Yoka dari luar kamar yang membuatku kaget setengah mati.
"Apa?? Astagfirullah!!" Teriakku. Semua penghuni kos yang rupanya mendengar teriakanku segera berhamburan keluar dari kamar.
"Rizka, ambilin baju Desa. Sekarang kita ke JIH." Yoka berteriak. Tak ayal aku pun segera mengambil tas ranselku dan membuka pintu kamar Desa yang untungnya tidak terkunci. Ku buka lemarinya dan sembarang saja memasukkan baju kedalam ranselku. Aku benar-benar panik. Para penghuni kos yang lain berusaha menenangkan aku dan Yoka. Selma yang mendengar berita itu juga turut bersiap-siap untuk ikut ke JIH. beberapa menit bersiap kamipun akhirnya berangkat menuju JIH. Oh iya, JIH adalah Jogja International Hospital. Rumah sakit termahal dikota ini.
Sesampainya dirumah sakit. Aku akhirnya merasa sedikit lega melihat senyum Desa yang menandakan ia sudah lumayan sehat. Walaupun ketika kutanyai ia masih menjawab dengan nada lemah dan tentu saja sudah mampu membuat kami tertawa terpingkal-pingkal dengan leluconnya yang pasti suatu saat akan sangat aku rindukan. Tiba-tiba disaat tengah tertawa seorang perawat datang dan segera menyodorkan sebuah surat registrasi kepada kami bertiga.
"Maaf ya mbak, ini mohon untuk segera dilunasi." Ujar perawat itu. Aku, yoka dan Selma disaat itu sedang mengalami krisis anak kos. Yah, kami bertiga sama-sama tidak mempunyai uang yang cukup dan sejumlah dengan biaya yang diminta rumah sakit ini. Kami akhirnya berpikir keras mengenai bagaimana caranya untuk melunasi biaya perawatan Desa yang ditotal mencapai setengah juta. Untungnya, orangtua Desa yang mengetahui Desa sakit rupanya sudah mengirimkan uang yang cukup untuk membayar biaya perawatan rumah sakit. Kami akhirnya berseru lega.
Pukul 21.15, kamipun pulang setelah disusul teman-teman lain yang mendengar kabar sakitnya Desa. Dan beruntungnya kami Desa tidak perlu rawat inap saat itu. Kamipun bergegas pulang. Perjalanan dari JIH menuju kos tidak memakan waktu lama. Kira-kira 10 menit. Kami akhirnya sampai dikos. Tetapi, apa yang terjadi membuat kami agak kesal. Yah, gerbang kos yang semestinya tidak digembok malah digembok. Tentu saja tersangka utama adalah Aa' Burjo. Dan Alhamdulillahnya, gembok itu masih bisa kami buka secara paksa. Jujur, saat itu aku sangat kesal. Kami sedang mengalami musibah dan tiba-tiba dengan santainya gerbang digembok. Jika memang mau mematuhi jam malam kos, kenapa tidak jam 22.00 saja ? saat itu, seingatku waktu masih menununjukkan pukul 9 malam lewat. Entah, apa maksud dari Aa' burjo ini. Aku hanya bisa memendam perasaan kesalku didalam hati.
                                                                                 oOo
Cukup sekian saja kali ini ceritaku. Mengenai awal peperangan anak kos dengan burjo. thanks ^_^

No comments:

Post a Comment