Wednesday, October 23, 2013

LIVE IN HOROR



 Waktu sudah menunjukkan pukul 00.00 WIB. Seorang gadis cantik, berwajah indo keturunan Inggris-Indonesia terlihat masih asik didepan layar komputernya. Jari-jemarinya menari indah diatas papan ketik itu. Matanya yang coklat hazel dengan rambut sepundak dan wajah yang oval, terlihat semakin cantik saat sesekali ia terlihat sedang menertawai sesuatu.
Lalu tiba-tiba gadis itu terkejut oleh suara petir yang menggelegar.  Tak lama kemudian, keadaan menjadi gelap gulita. Namun anehnya, layar komputernya tetap hidup. Menampilkan gambar wajah sosok kuntilanak yang sedang menyeringai. Sontak saja gadis itu menjerit sejadi-jadinya.Namun semakin ia menjerit, tatapan wajah itu semakin menyeringai. Lalu menertawainya.
Ia menutup mata dan berdoa semoga saja kejadian itu hanya mimpi. Hinga akhirnya, tiba-tiba pintu kamarnya diketuk dari luar.
"Liana, ada apa ? kenapa kau berteriak ? " suara dibalik pintu terdengar cemas. Ternyata barusan hanya mimpi rupanya. Ia tertidur saat menunggu lampu menyala. Kemudian dengan langkah gontai ia menuju ambang pintu.
"Tidak ada apa-apa mom! aku hanya bermimpi." ujar gadis itu sembari mengusap-usap matanya.
"Baiklah, aku pikir telah terjadi sesuatu denganmu." nada cemas tersembul dibalik kalimat menggantung itu.
"Sudahlah mom, i've grow up you know ?" ujar Liana ketus.
"Tapi nak, kau tidak mengerti bagaimana perasaan mama sebagai seorang ibu. ahh.. sudahlah," Melihat tatapan mata anaknya yang terlihat tidak peduli. Mama Liana, Nyonya Ardinia Smith yang merupakan seorang janda akhirnya melenggang pergi begitu saja. Ia memilih untuk pergi, karena sudah mengerti betul perangai putri semata wayangnya itu.
Setelah pintu kamar ditutup, Liana lalu kembali menuju komputernya yang rupanya masih mati. Seakan penasaran dengan mimpinya tadi, diam-diam Liana melirik tajam ke layar komputer yang terlihat hitam sama sekali.  Tak ada gambar sosok wajah disitu. Hanya layar hitam tanpa gambar sedikitpun. Dalam hatinya bertanya-tanya. Siapa sebenernya sosok wajah seram itu? Ia terlihat berpikir,entah apa yang tengah berkecamuk didalam otaknya.
"ahh.. whathappened with me? ohh God please! masa iya sih itu tadi yang namanya kuntilanak? please Liana.. it's just a dream and it's not true!" ujarnya meyakinkan diri. Kemudian ia bangkit dan menuju cermin.
" Hello.. Liana Smith! see ur self. percaya deh kuntilanak itu gak ada. ngerti?" Ujarnya pada diri sendiri.
"masa iya sih hari gini masih percaya hantu norak dengan rambut kusut dan pakaian kucelnya itu? " Liana geleng-geleng kepala.
"Look, kamu itu anak William Smith. seorang lelaki Inggris yang selalu logis! kenapa harus percaya hantu? terlebih percaya hantu Indonesia yang very very kampungan dan gak stylish!" Lanjut Liana.
"atau.. jangan-jangan, aku sudah terpengaruh mom yang kena tipu nenek dengan logat jawa kuno yang selalu mencoba untuk membuat anak kecil ketakutan?! fiuh.. " Ujar Liana tanpa jeda terhadap bayangan dirinya dicermin.

Tiba-tiba suara petir yang menggelegar menghentikan kata-katanya. Lalu keadaan menjadi gelap gulita. Liana hanya terpaku diam, didepan cermin yang ada disamping ranjangnya.  Kini rasa takut benar-benar datang menghampiri gadis 15 tahun itu.
‘LIANA... LIANA’
Terdengar suara yang memanggil-manggil namanya. Suara yang parau dan lirih.
"Who is there??" Tanya gadis itu penasaran.
"Is that you, mom??" Tanya Liana sekali lagi. Berusaha untuk meyakinkan bahwa itu adalah ibunya.
‘LIANA... LIANA. KAU HARUS IKUT BERSAMAKU... ’
"Siapa disana!" Kali ini Liana mulai tampak kesal. Tapi suara itu terus-menerus memanggil namanya. Seolah-olah sedang berbisik.
Sepintas cahaya kilat menembus kamar gadis itu. Membentuk bayangan sosok wanita berambut panjang yang menutupi seluruh wajahnya.
Didepan sebuah cermin yang ada dihadapannya.
"si-si-siapa kamu?" tanya Liana terbata-bata. Wanita itu semakin mendekat menuju Liana, seolah-olah ingin mencengkeram kakinya.
Entah apa yang ada dipikiran Liana. Ia ingin berteriak tapi suaranya seolah tertahan ditenggorokan.
Ia mematung. Hingga akhirnya ketika sosok itu hampir mendekat, ia kemudian lenyap.
Entah apa yang terjadi. Seluruh ruang kamar itu kini menjadi terang kembali bersama lenyapnya sosok wanita tadi. Liana masih terlihat mematung didepan cerminnya. Wajahnya pucat pasi seakan-akan darahnya tersedot ke ubun-ubun. Hingga akhirnya Liana tersadar dan segera melompat menuju kasur empuknya, kemudian menutup tubuhnya dengan selimut.
Keesokan harinya disekolah, dengan ogah-ogahan Liana menuju sekolahnya. Sebuah SMP swasta yang cukup ternama didaerahnya. Entah hanya halusinasi atau benar-benar terjadi, Liana melihat sesosok wanita seperti yang semalam dilihatnya didepan cermin. Namun, kali ini sosok itu hanya berdiri disamping gerbang sekolah, dengan rambut acak-acakan yang menutupi wajahnya.
“Oh God.. apa-apaan sih ini! “ pikirnya.
“Pasti ini kerjaan anak-anak OSIS yang kurang kerjaan itu! “ ujar Liana ketus terhadap dirinya sendiri.
Dengan langkah santai tanpa menghiraukan sosok itu, ia kemudian berjalan menuju kedalam sekolah. Di dalam sekolah, Liana melihat beberapa siswa baru yang tampak berlalu lalang. Namun anehnya semua siswa itu terlihat pucat.
“Banyak banget sih, orang yang sakit hari ini!“ Ujar Liana.
Sampai dikelasnya, Liana melihat seorang murid baru yang terlihat aneh. Murid itu hanya diam sambil menekuni buku yang tengah dibacanya.
“Rajin amat sih itu anak baru." Ujar Liana kepada Mimi, teman sebangkunya. Mimi terlihat bingung dengan ucapan teman sebangkunya itu.
“Kamu ngomong apa sih Li? Gak ada murid baru tuh dikelas ini.“ Ujar Mimi dengan nada heran.
"Oh please.. Are you blind ? see.. ada murid baru disa… “ Ucapan Liana terputus saat melihat bangku yang dimaksudnya ternyata sudah kosong. Liana terlihat bingung, kemudian terdiam.
“Liana, dimana? “ Tanya Mimi.
“em.. Forget it Mi! “ Ujar Liana. Kemudian dibalas dengan anggukan oleh Mimi.
Hingga pulang sekolah, Liana masih bingung dengan apa yang terjadi padanya. Didepan sekolah, tepat dijalan raya, ia melihat seorang lelaki muda yang sembarang saja menyebrang jalan.
“Heii.. Stop !! Awas !!“ Teriak Liana. Namun, lelaki itu tak mengindahkan perkataan Liana. Ia malah terus bergerak hingga akhirnya sebuah mobil melintas dengan kencang mendekati pria itu. Liana menutup mata untuk beberapa saat. Aneh, saat ia membuka mata tak ada kejadian apapun yang terjadi. Lalu lintas berjalan mulus, bahkan mobil yang tadi hendak menabrak lelaki itu sudah hampir tidak terlihat. Yang tersisa hanya tatapan aneh orang-orang yang melihat Liana.
“Dek, ada apa ?“ Tanya Pak Udin satpam sekolah Liana.
“Itu pak, ada.. ada.. bapak-bapak mau nyebrang jalan. Ketabrak. Hilang. Aneh.“ Ucap Liana panik. Membuat Pak Udin terlihat mengernyitkan dahi.
“Bapak gak ngerti dek. Gini aja deh, sekarang adek pulang. Bapak yakin, mama adek udah nunggu dirumah.“ Ujar pak Udin sembari sedikit mendorong tubuh Liana. Liana tidak melawan. Ia berjalan menuju rumahnya yang tidak terlalu jauh dari sekolah.
Liana bertanya-tanya dalam hati tentang apa yang terjadi padanya seharian ini. Dirumah, ia kembali menemukan keganjilan. Begitu masuk kehalaman, ia melihat seorang bapak tua yang tengah menyiram tanaman. Ia tak mengenal bapak itu.
Apa yang dilakukan orang ini dirumahku? pikir Liana. Tapi, kali ini ia tak menghiraukan sosok itu karena ia telah sangat lelah melewati beberapa kejadian aneh disekolah hari ini.
Ia kemudian menuju pintu. Masuk kedalam rumah dan segera menuju dapur setelah mengganti pakaian.
“Mom, where are you ?“ teriak Liana dari dapur sembari menenggak segelas air putih.
“Ya, honey? I’m here. Ada apa?“ Tanya Nyonya Ardinia.
“Mom, siapa sih kakek-kakek didepan? tukang kebun baru? “ Nyonya Ardinia tampak mengernyitkan dahi.
“Oldman ? dimana sayang ? “ Tanya Nyonya Ardinia kepada putrinya itu.
“Itu loh mom, yang didepan tadi waktu Liana pulang sekolah.“ Ujar Liana, berusaha mengingatkan mamanya tentang kakek-kakek barusan. Namun, mamanya menggeleng keras.
“Gak ada siapa-siapa kok sayang dari tadi.“ Ujarnya.
“Kamu kecapean kali. So, the old man is your imagine, right ? “ Lanjut Nyonya Ardinia.
“Mom, please. For this time, I know. It's not my imagination. Its true mom.“ Tampak wajah Liana meyakinkan mamanya.
“Atau jangan-jangan… “ Mama Liana membiarkan kalimatnya menggantung. Ia seolah-olah seperti menerawang.
“Jangan-jangan apa mom ?“ Tanya Liana.
“Begini sayang, lebih baik kita duduk dulu. I’ll tell you something. “ nyonya Ardinia mengajak putrinya itu menuju sofa didepan ruang tengah, yang hanya dipisahkan sebuah tembok dengan dapur. Tempat mereka mengobrol saat ini.
“Mom, ada apa? kok pake pindah tempat segala sih?“ Tanya Liana penasaran. Ia kemudian mengambil posisi, duduk disebelah mamanya yang telah duduk duluan disofa.
“Begini sayang. Keluarga kita ada garis keturunan yang mempunyai indra ke-6. Dan dulu, kakek pernah mengucapkan sesuatu kepada mama.“ Ujar Nyonya Ardinia. Liana terdiam, mendengarkan mamanya yang tengah bercerita.
“Dulu, waktu mama mengandungmu. Mama pernah bermimpi didatangi oleh seorang lelaki, ia mengaku merupakan penunggu rumah kakek di Jogja. Dan ia mengatakan, ingin berkenalan denganmu.“ Ujar Nyonya Ardinia menceritakan masa lalu.
“And then? apa hubungannya dengan perkataan kakek?" Liana tampak penasaran. Bulu kuduknya meremang hebat.
“Setelah itu, mama menelpon kakekmu di Jogja. Mama menceritakan perihal ini kepadanya. Beliau berkata, hal itu merupakan pertanda kalau suatu saat mata batinmu akan terbuka. Seperti halnya, om Miftah. Ketika nenek mengandung om Miftah. Nenek juga pernah bermimpi yang sama dengan mama. I know, Papa kamu gak akan percaya jika mama menceritakannya. Karena ia terlalu logis. Sama halnya denganmu.Maka mama memilih diam.“ Nyonya Ardinia bercerita panjang lebar.
“Jadi?“ Liana masih penasaran.
“Liana, kamu punya sesuatu yang berbeda. Kamu bisa merasakan atau bahkan melihat sosok dari alam lain. Mengerti? “ Ujar Nyonya Ardinia.
“Jadi? Semalam itu bukan hayalan? dan tadi.. saat disekolah? itu semua ?“ Liana tampak tak percaya.
“Kenapa sayang? You see something?“ Tanya Nyonya Ardinia.
“right, mom. Aku, melihat berbagai kejadian aneh hari ini. “ Ujar Liana. Ia masih tak percaya.
“Mama sendiri gak ngerti bagaimana ini semua bisa terjadi. Tapi, yang jelas, mama yakin kamu pasti bisa melalui hari-harimu.“ Ujar Nyonya Ardinia meyakinkan putrinya, yang tampaknya kini tengah terdiam.
Sebenarnya ia terdiam bukan karena kata-kata mamanya. Tapi, ia melihat sosok wanita dengan wajah hancur penuh darah disebelah tangga menuju kamarnya.


NB : Cerpen ini sudah pernah k1za terbitkan di  http://mistik.reunion.web.id/5601/live-in-horor.htm
terimakasih sudah membaca :)