Wednesday, May 27, 2015

Suara Tangis di Kosku



Kawan-kawan, kali ini aku akan bercerita kembali mengenai kosku. Ya, sekedar info, untuk teman-teman, sebelumnya aku pernah menulis tentang kejadian mistik di kos lamaku. Kali ini, aku akan bercerita tentang teror yang kembali menghantui kos baruku ini.
Kuliah dari senin hingga jumat cukup menyita waktuku, terlebih tugas yang kian menumpuk serasa memanggil untuk dikerjakan. Tetapi, insomnia selama ini menderaku anehnya hilang begitu saja selama minggu itu. Hal ini cukup membantuku untuk bangun pagi, terlebih sekarang kosku lebih jauh dari kos yang lama. Apabila dari kos lama menuju kampus bisa menempuh waktu kurang lebih 5 menit jika ditempuh dengan jalan kaki, kosku yang sekarang dapat memakan waktu, kurang lebih 17 menit menuju kampus.
Malam itu, mataku terasa sangat berat hingga aku tertidur dengan lelap. Esoknya seperti biasa ku lakukan aktifitas hari seninku, berangkat kuliah kemudian kembali ke kos. Saat sampai dikos seperti biasa aku langsung masuk menuju kamarku yang nyaman dan berganti pakaian yang sudah bau keringat.
“Rizka.” Yoka menyembulkan kepalanya dari jendela kamarku.
“Ampun deh. Kamu ngagetin mulu.” Ujarku sembari memencet remot tv. Yoka langsung masuk kekamar melalui pintu yang berada disebelah jendela.
“Eh, liat status mbak Ninit gak di bbm semalam?” Tanya Yoka sembari duduk disampingku.
“Status apaan? Aku kudet coy. Lagi gak ada paketan nih.” Jawabku sekenanya.
“Kan tau sendiri, tadi dikampus aku nyari wifi-an.” Aku dan Yoka memang teman sekos, sekampus, bahkan sekelas (kebayang ya, bosennya liat muka dia mulu. Hahaha.)
“Eh iya, lupa kamu fakir wifi. Keliatan sih, muka jomblo. Hahaha.” Tawa Yoka membahana dikamarku.
“Etdah, nih bocah. Cepetan kasitau status mbak Ninit apaan?” Selaku.
“Jadi gini, aku bacanya sih tadi pagi. Tapi mbak Ninit update sekitar jam 3 pagi. Katanya ada suara cewek nangis didepan kamarnya.” Ujar Yoka dengan raut muka serius.
“Suara tv kali. Apa suara tvku nyampe sana ya? Aku kan sering gak matiin tv kalau bobo cantik.” Jawabku.
“Iya juga, siapa tau Rahma lagi galau, terus nangis tengah malam.” Ujar Yoka yang berusaha membuat opini yang dapat kami agar tidak ketakutan.
Posisi kamar mbak Ninit memang tepat berada dipojokan sebelah timur dan berhadapan langsung dengan kamar mandi. Ya, memang menurutku lokasi itu termasuk lokasi yang orang Jawa bilang, ‘singup’. Kamar mandi yang berhadapan tepat dengan kamar mbak Ninit, juga jarang sekali digunakan oleh penghuni kos. Disebelah kamar mandi juga terdapat gudang yang didalamnya juga ada kamar mandi. Tetapi, entah kenapa teman-teman satu kos seperti sudah sepakat untuk tidak menggunakan kamar mandi itu.
“Kenapa sih, kalian gak mau make’ kamar mandi yang dipojok sana?” Tanyaku suatu hari pada penghuni kamar mbak Ninit sebelumnya (yang ini orang ya, bukan setan.).
“Ogah ah. Kamar mandinya ‘singup’ gitu og Riz. Aku dulu pas masih disana sesekali make tapi cuma buat nyuci piring doing.” Jawab mbak Riri yang sekarang kamarnya sudah berada tepat disebelah kamarku.
Sore itu, kebetulan kami memiliki kesempatan untuk berkumpul sesama penghuni kos. Bisa teman-teman bayangkan sendiri bagaimana ramainya anak muda apabila sedang kumpul-kumpul ditambah kami adalah wanita-wanita yang lumayan heboh, maklum anak abege. Entah bagaimana ceritanya setelah ngalor ngidul bercerita kami kembali membahas tentang suara tangis itu.
“Mbak ninit, itu beneran suara nangis didepan kamarmu?” Tanya mbak Ayu.
“Iya. Beneran deh aku denger. Ngeri sendiri rasanya. Mana aku sendiri waktu itu.” Ujar mbak Ninit dengan ketakutan.
“Iiih aku aja merinding mbak baca statusmu itu.” Mbak Ayu yang memang penakut langsung berubah ekspresi yang tadinya ceria menjadi muka penuh ketakutan.
“Positif thinking aja mbak. Kali, suara tv-ku kedengeran ampe kamarmu?” Ujarku berusaha menenangkan mereka semua. Semua terdiam.
“Eh aku ingat deh. Dulu waktu baru pindah kesini kan ya, aku ke kampus bertiga sama Desa sama Yoka. Nah, waktu itu aku ditinggal Yoka sama Desa balik kos. Terus udah agak lama gitu tiba-tiba mereka muncul lagi sambil ketakutan. Masa katanya Desa dengar suara Yoka manggil, tapi suaranya lembut gitu, kaya ada manis-manisnya.” Lanjutku berusaha mencandai mereka.
“Iya mbak, masa Desa denger suaraku. Padahal aku waktu itu tidur. Aku aja gak sama sekali kok manggil dia.” Jelas Yoka.
“Kalau suara sih, mungkin ya. Ini mungkin loh, suara jin. Soalnya kalau di Lombok, abis magrib pamali manggil nama, katanya Jin suka ngikutin. Tapi, kita bisa bedain kok suara panggilan manusia beneran sama gak. Kalau suara jin itu lembuut banget. Pokoknya beda.” Ucapku sembari menirukan gaya panggilan manusia biasa dan jin. Kamipun melanjutkan cerita hingga akhirnya bubar.
Suatu malam, aku yang saat itu tertidur lebih cepat dari biasanya tiba-tiba terbangun. Dari arah luar kamarku aku tiba-tiba mendengar suara seseorang sayup-sayup menangis. Aku yang masih setengah sadar berusaha memaksa diriku untuk sepenuhnya tersadar dan berusaha mendengar suara itu dengan jelas.
Lirih ku dengar suara tangis itu seperti suara tangis seorang lelaki dan disela tangisnya terdengar istighfar.
‘Ini setan apa gimana? Masa setan istighfar?’ batinku.
‘Ya Allah, jangan-jangan ini orang gila.” Aku menerka-nerka didalam hati. Seketika ketakutan menyergapiku, terlebih aku lupa mengunci kamarku sebelum tidur dan aku dalam keadaan sedang kedatangan tamu. Namun, tiba-tiba dari tvku aku mendengar seorang wanita ber-Hamdalah. Untuk sementara aku berpikir suara tadi berasal dari tvku yang memang seringkali lupa aku matikan. Tapi, jelas-jelas aku mendengar suara itu dari luar kamarku yang berada di Utara, sedangkan tvku posisinya berada di Selatan. Keesokan harinya aku menceritakan kejadian ini kepada Desa. Desa juga mengaku mendengar suara tangis saat subuh dihari yang sama, namun yang ia dengar adalah suara tangis perempuan.
Hingga saat ini, misteri ini belum terpecahkan. Tetapi, seseorang pernah mengatakan bahwa ada mis Kuntil yang tinggal dipojokan dekat kamar mbak Ninit. Entahlah, aku tidak ingin berasumsi yang aneh-aneh untuk membuat orang-orang takut.
Betewe, makasi ya udah nyempetin diri baca tulisanku ini. Ditunggu salam tempelnya, ehh komen maksudnya :D

No comments:

Post a Comment