Waktu sudah menunjukkan pukul 00.00 WIB. Seorang gadis
cantik, berwajah indo keturunan Inggris-Indonesia terlihat masih asik didepan
layar komputernya. Jari-jemarinya menari indah diatas papan ketik itu. Matanya
yang coklat hazel dengan rambut sepundak dan wajah yang oval, terlihat semakin
cantik saat sesekali ia terlihat sedang menertawai sesuatu.
Lalu tiba-tiba gadis itu terkejut oleh suara petir yang
menggelegar. Tak lama kemudian, keadaan
menjadi gelap gulita. Namun anehnya, layar komputernya tetap hidup. Menampilkan
gambar wajah sosok kuntilanak yang sedang menyeringai. Sontak saja gadis itu
menjerit sejadi-jadinya.Namun semakin ia menjerit, tatapan wajah itu semakin
menyeringai. Lalu menertawainya.
Ia menutup mata dan berdoa semoga saja kejadian itu hanya
mimpi. Hinga akhirnya, tiba-tiba pintu kamarnya diketuk dari luar.
"Liana, ada apa ? kenapa kau berteriak ? " suara
dibalik pintu terdengar cemas. Ternyata barusan hanya mimpi rupanya. Ia tertidur
saat menunggu lampu menyala. Kemudian dengan langkah gontai ia menuju ambang
pintu.
"Tidak ada apa-apa mom! aku hanya bermimpi." ujar
gadis itu sembari mengusap-usap matanya.
"Baiklah, aku pikir telah terjadi sesuatu
denganmu." nada cemas tersembul dibalik kalimat menggantung itu.
"Sudahlah mom, i've grow up you know ?" ujar Liana
ketus.
"Tapi nak, kau tidak mengerti bagaimana perasaan mama
sebagai seorang ibu. ahh.. sudahlah," Melihat tatapan mata anaknya yang
terlihat tidak peduli. Mama Liana, Nyonya Ardinia Smith yang merupakan seorang
janda akhirnya melenggang pergi begitu saja. Ia memilih untuk pergi, karena
sudah mengerti betul perangai putri semata wayangnya itu.
Setelah pintu kamar ditutup, Liana lalu kembali menuju
komputernya yang rupanya masih mati. Seakan penasaran dengan mimpinya tadi,
diam-diam Liana melirik tajam ke layar komputer yang terlihat hitam sama
sekali. Tak ada gambar sosok wajah
disitu. Hanya layar hitam tanpa gambar sedikitpun. Dalam hatinya
bertanya-tanya. Siapa sebenernya sosok wajah seram itu? Ia terlihat
berpikir,entah apa yang tengah berkecamuk didalam otaknya.
"ahh.. whathappened with me? ohh God please! masa iya
sih itu tadi yang namanya kuntilanak? please Liana.. it's just a dream and it's
not true!" ujarnya meyakinkan diri. Kemudian ia bangkit dan menuju cermin.
" Hello.. Liana Smith! see ur self. percaya deh
kuntilanak itu gak ada. ngerti?" Ujarnya pada diri sendiri.
"masa iya sih hari gini masih percaya hantu norak
dengan rambut kusut dan pakaian kucelnya itu? " Liana geleng-geleng
kepala.
"Look, kamu itu anak William Smith. seorang lelaki
Inggris yang selalu logis! kenapa harus percaya hantu? terlebih percaya hantu
Indonesia yang very very kampungan dan gak stylish!" Lanjut Liana.
"atau.. jangan-jangan, aku sudah terpengaruh mom yang
kena tipu nenek dengan logat jawa kuno yang selalu mencoba untuk membuat anak
kecil ketakutan?! fiuh.. " Ujar Liana tanpa jeda terhadap bayangan dirinya
dicermin.
Tiba-tiba suara petir yang menggelegar menghentikan
kata-katanya. Lalu keadaan menjadi gelap gulita. Liana hanya terpaku diam,
didepan cermin yang ada disamping ranjangnya.
Kini rasa takut benar-benar datang menghampiri gadis 15 tahun itu.
‘LIANA... LIANA’
Terdengar suara yang memanggil-manggil namanya. Suara yang
parau dan lirih.
"Who is there??" Tanya gadis itu penasaran.
"Is that you, mom??" Tanya Liana sekali lagi.
Berusaha untuk meyakinkan bahwa itu adalah ibunya.
‘LIANA... LIANA. KAU HARUS IKUT BERSAMAKU... ’
"Siapa disana!" Kali ini Liana mulai tampak kesal.
Tapi suara itu terus-menerus memanggil namanya. Seolah-olah sedang berbisik.
Sepintas cahaya kilat menembus kamar gadis itu. Membentuk
bayangan sosok wanita berambut panjang yang menutupi seluruh wajahnya.
Didepan sebuah cermin yang ada dihadapannya.
"si-si-siapa kamu?" tanya Liana terbata-bata.
Wanita itu semakin mendekat menuju Liana, seolah-olah ingin mencengkeram
kakinya.
Entah apa yang ada dipikiran Liana. Ia ingin berteriak tapi
suaranya seolah tertahan ditenggorokan.
Ia mematung. Hingga akhirnya ketika sosok itu hampir
mendekat, ia kemudian lenyap.
Entah apa yang terjadi. Seluruh ruang kamar itu kini menjadi
terang kembali bersama lenyapnya sosok wanita tadi. Liana masih terlihat
mematung didepan cerminnya. Wajahnya pucat pasi seakan-akan darahnya tersedot
ke ubun-ubun. Hingga akhirnya Liana tersadar dan segera melompat menuju kasur
empuknya, kemudian menutup tubuhnya dengan selimut.
Keesokan harinya disekolah, dengan ogah-ogahan Liana menuju
sekolahnya. Sebuah SMP swasta yang cukup ternama didaerahnya. Entah hanya
halusinasi atau benar-benar terjadi, Liana melihat sesosok wanita seperti yang
semalam dilihatnya didepan cermin. Namun, kali ini sosok itu hanya berdiri
disamping gerbang sekolah, dengan rambut acak-acakan yang menutupi wajahnya.
“Oh God.. apa-apaan sih ini! “ pikirnya.
“Pasti ini kerjaan anak-anak OSIS yang kurang kerjaan itu! “
ujar Liana ketus terhadap dirinya sendiri.
Dengan langkah santai tanpa menghiraukan sosok itu, ia
kemudian berjalan menuju kedalam sekolah. Di dalam sekolah, Liana melihat
beberapa siswa baru yang tampak berlalu lalang. Namun anehnya semua siswa itu
terlihat pucat.
“Banyak banget sih, orang yang sakit hari ini!“ Ujar Liana.
Sampai dikelasnya, Liana melihat seorang murid baru yang
terlihat aneh. Murid itu hanya diam sambil menekuni buku yang tengah dibacanya.
“Rajin amat sih itu anak baru." Ujar Liana kepada Mimi,
teman sebangkunya. Mimi terlihat bingung dengan ucapan teman sebangkunya itu.
“Kamu ngomong apa sih Li? Gak ada murid baru tuh dikelas
ini.“ Ujar Mimi dengan nada heran.
"Oh please.. Are you blind ? see.. ada murid baru disa…
“ Ucapan Liana terputus saat melihat bangku yang dimaksudnya ternyata sudah
kosong. Liana terlihat bingung, kemudian terdiam.
“Liana, dimana? “ Tanya Mimi.
“em.. Forget it Mi! “ Ujar Liana. Kemudian dibalas dengan
anggukan oleh Mimi.
Hingga pulang sekolah, Liana masih bingung dengan apa yang
terjadi padanya. Didepan sekolah, tepat dijalan raya, ia melihat seorang lelaki
muda yang sembarang saja menyebrang jalan.
“Heii.. Stop !! Awas !!“ Teriak Liana. Namun, lelaki itu tak
mengindahkan perkataan Liana. Ia malah terus bergerak hingga akhirnya sebuah
mobil melintas dengan kencang mendekati pria itu. Liana menutup mata untuk
beberapa saat. Aneh, saat ia membuka mata tak ada kejadian apapun yang terjadi.
Lalu lintas berjalan mulus, bahkan mobil yang tadi hendak menabrak lelaki itu
sudah hampir tidak terlihat. Yang tersisa hanya tatapan aneh orang-orang yang
melihat Liana.
“Dek, ada apa ?“ Tanya Pak Udin satpam sekolah Liana.
“Itu pak, ada.. ada.. bapak-bapak mau nyebrang jalan.
Ketabrak. Hilang. Aneh.“ Ucap Liana panik. Membuat Pak Udin terlihat
mengernyitkan dahi.
“Bapak gak ngerti dek. Gini aja deh, sekarang adek pulang.
Bapak yakin, mama adek udah nunggu dirumah.“ Ujar pak Udin sembari sedikit
mendorong tubuh Liana. Liana tidak melawan. Ia berjalan menuju rumahnya yang
tidak terlalu jauh dari sekolah.
Liana bertanya-tanya dalam hati tentang apa yang terjadi
padanya seharian ini. Dirumah, ia kembali menemukan keganjilan. Begitu masuk kehalaman,
ia melihat seorang bapak tua yang tengah menyiram tanaman. Ia tak mengenal
bapak itu.
Apa yang dilakukan orang ini dirumahku? pikir Liana. Tapi,
kali ini ia tak menghiraukan sosok itu karena ia telah sangat lelah melewati
beberapa kejadian aneh disekolah hari ini.
Ia kemudian menuju pintu. Masuk kedalam rumah dan segera
menuju dapur setelah mengganti pakaian.
“Mom, where are you ?“ teriak Liana dari dapur sembari
menenggak segelas air putih.
“Ya, honey? I’m here. Ada apa?“ Tanya Nyonya Ardinia.
“Mom, siapa sih kakek-kakek didepan? tukang kebun baru? “
Nyonya Ardinia tampak mengernyitkan dahi.
“Oldman ? dimana sayang ? “ Tanya Nyonya Ardinia kepada
putrinya itu.
“Itu loh mom, yang didepan tadi waktu Liana pulang sekolah.“
Ujar Liana, berusaha mengingatkan mamanya tentang kakek-kakek barusan. Namun,
mamanya menggeleng keras.
“Gak ada siapa-siapa kok sayang dari tadi.“ Ujarnya.
“Kamu kecapean kali. So, the old man is your imagine, right
? “ Lanjut Nyonya Ardinia.
“Mom, please. For this time, I know. It's not my
imagination. Its true mom.“ Tampak wajah Liana meyakinkan mamanya.
“Atau jangan-jangan… “ Mama Liana membiarkan kalimatnya
menggantung. Ia seolah-olah seperti menerawang.
“Jangan-jangan apa mom ?“ Tanya Liana.
“Begini sayang, lebih baik kita duduk dulu. I’ll tell you
something. “ nyonya Ardinia mengajak putrinya itu menuju sofa didepan ruang
tengah, yang hanya dipisahkan sebuah tembok dengan dapur. Tempat mereka
mengobrol saat ini.
“Mom, ada apa? kok pake pindah tempat segala sih?“ Tanya
Liana penasaran. Ia kemudian mengambil posisi, duduk disebelah mamanya yang
telah duduk duluan disofa.
“Begini sayang. Keluarga kita ada garis keturunan yang
mempunyai indra ke-6. Dan dulu, kakek pernah mengucapkan sesuatu kepada mama.“
Ujar Nyonya Ardinia. Liana terdiam, mendengarkan mamanya yang tengah bercerita.
“Dulu, waktu mama mengandungmu. Mama pernah bermimpi
didatangi oleh seorang lelaki, ia mengaku merupakan penunggu rumah kakek di
Jogja. Dan ia mengatakan, ingin berkenalan denganmu.“ Ujar Nyonya Ardinia
menceritakan masa lalu.
“And then? apa hubungannya dengan perkataan kakek?"
Liana tampak penasaran. Bulu kuduknya meremang hebat.
“Setelah itu, mama menelpon kakekmu di Jogja. Mama
menceritakan perihal ini kepadanya. Beliau berkata, hal itu merupakan pertanda
kalau suatu saat mata batinmu akan terbuka. Seperti halnya, om Miftah. Ketika
nenek mengandung om Miftah. Nenek juga pernah bermimpi yang sama dengan mama. I
know, Papa kamu gak akan percaya jika mama menceritakannya. Karena ia terlalu
logis. Sama halnya denganmu.Maka mama memilih diam.“ Nyonya Ardinia bercerita
panjang lebar.
“Jadi?“ Liana masih penasaran.
“Liana, kamu punya sesuatu yang berbeda. Kamu bisa merasakan
atau bahkan melihat sosok dari alam lain. Mengerti? “ Ujar Nyonya Ardinia.
“Jadi? Semalam itu bukan hayalan? dan tadi.. saat disekolah?
itu semua ?“ Liana tampak tak percaya.
“Kenapa sayang? You see something?“ Tanya Nyonya Ardinia.
“right, mom. Aku, melihat berbagai kejadian aneh hari ini. “
Ujar Liana. Ia masih tak percaya.
“Mama sendiri gak ngerti bagaimana ini semua bisa terjadi.
Tapi, yang jelas, mama yakin kamu pasti bisa melalui hari-harimu.“ Ujar Nyonya
Ardinia meyakinkan putrinya, yang tampaknya kini tengah terdiam.
Sebenarnya ia terdiam bukan karena kata-kata mamanya. Tapi,
ia melihat sosok wanita dengan wajah hancur penuh darah disebelah tangga menuju
kamarnya.
NB : Cerpen ini sudah pernah k1za terbitkan di http://mistik.reunion.web.id/5601/live-in-horor.htm
terimakasih sudah membaca :)
No comments:
Post a Comment